
Tlatar Kandangan, (19/11/2017) - Asal-usul istilah Tlatar Kandangan bermula dari cerita Babad Mataram di zaman Sultan Agung. Di masa itu, pemberi nama dusun adalah Kanjeng Sultan. Tlatar bermakna latar, pelataran, halaman, sedangkan kandangan berarti kandang ternak. Dahulunya, dusun Tlatar Kandangan memang masih berupa hutan dengan beragam binatang buas, seperti kera, harimau, dan ular. Kini, dusun itu telah berubah menjadi desa wisata dengan berjuta potensi dan beribu kenangan, bernama Desa Wisata Tlatar Kandangan.
Desa yang merupakan salah satu bagian dari 34 dusun yang berada di Kelurahan Wonokerto, kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta ini berhasil mengadakan festival budaya Merti Bumi Kembul Bujono tepat di Ahad, 19 November 2017. ‘’Kegiatan ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat Tlatar terhadap hasil panen,’’ jelas Amalia Vivi Rahmadani [18], warga setempat.
Festival yang telah keduakalinya berlangsung itu diadakan satu setahun sekali, setiap bulan Sapar, dalam lingkup desa. ‘’Pelopornya adalah Kyai Badari Salim, Setyo Prayitno, dan Siswo Sudjarno selaku sesepuh dusun,’’ ungkap Supardi, pernah menjabat sebagai ketua RT 01 selama delapan tahun.
Uniknya, Merti Bumi Kembul Bujono menyajikan berbagai atraksi seperti: kirab hasil panen atau hasil bumi, pawai budaya, arak-arakan gunungan buah [berisi nanas, belimbing, rambutan, alpukat, apel, pisang kuning, pisang hijau, salak] dan gunungan sayuran [berisi kol, lombok merah, wortel, terung ungu, pare, sawi, kacang panjang, dan sebagainya] yang ditandu masing-masing oleh empat orang bergada prajurit. Kedua gunungan itu berupa tumpengan makanan yang dibuat oleh ibu-ibu PKK. ‘’Persiapannya sendiri memakan waktu dua minggu dari bersih-bersih hingga menyiapkan tumpeng,’’ kata Amalia Vivi Rahmadani [18], ‘’sekitar 50 pemuda dan bapak-bapak ikut merangkai tumpengan tersebut,’’ lanjut mahasiswi UNY Pendidikan Sosiologi 2017 itu. Setelah diarak keliling dusun, kedua gunungan itu diperebutkan oleh warga. Uniknya, warga percaya kalau tumpengan itu membawa berkah. Ada juga air suci di dalam dua gentong terbuat dari tanah liat yang konon bila diminum akan tampak lebih muda. Hal menarik lainnya adalah pembacaan doa dalam tradisi muslim dan kristiani. Sekadar diketahui, penduduk beragama Islam sekitar 70 persen. Akulturasi religi dan budaya menjadikan kehidupan warga yang 90 persen petani salak ini menjadi begitu harmonis dan dinamis.
Berjuta potensi, seperti potensi masyarakat dan alam, membuat dusun Tlatar Kandangan amat layak disebut desa wisata. Potensi masyarakat berupa hasil pertanian [salak], peternakan [kambing Ettawa], edukasi seni dan budaya, dan sebagainya. Potensi alam berupa taman seribu sumber, sekolah alam, wisata alam, riset alam, bumi perkemahan, kolam pemancingan, mini zoo, outbond, psikoedukasi, dan lain-lain. Masih ada berbagai potensi tersembunyi yang belum dimaksimalkan sebagai eduekonowisata [wisata berbasis pendidikan dan ekonomi untuk pemberdayaan warga], seperti wisata religi atau wisata ruhani, wisata kuliner [timus, growol, gethuk, klepon, sambel Megono, sayur trancam, sayur ‘’dong jendral’’ yang terbuat dari daun ketela pohon, tumpeng Megono, ingkung ayam, peyek, tempe, tahu, susu kambing Ettawa baik dalam bentuk cair maupun serbuk, berbagai produk olahan salak berupa brownies, criping, dodol, wajik, manisan, sirup, kue, kopi salak dari biji kenthos, dan sejenisnya], pengenalan ekobudaya [ekologi berbasis kearifan lokal], homestay, writing and photography camp, hunting foto, mencari jejak, tamasya bahasa, dolanan tradisional, susur sungai, dan semacamnya.
Desa yang terletak 4-6 kilomater dari puncak gunung Merapi ini memang menawarkan kenyamanan dan keasrian alam yang jarang dijumpai oleh penduduk yang tinggal di kota metropolitan. Keramahan warganya membuat ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta pernah melakukan malam keakraban dan kunjungan di desa itu. Salah satu organisasi kemahasiswaan yang sukses menyelenggarakan program andalan, berupa Familirization Trip ke Desa Wisata Tlatar Kandangan adalah PDM [Pengembangan Desa Mitra] BEM KM UGM. Program ini diikuti oleh 88 mahasiswa lintasuniversitas di Yogyakarta dan didukung oleh sekitar 20 orang panitia dari mahasiswa UGM.
Pemandangan alam eksotis yang didominasi gunung Merapi dan perkebunan salak, membuat desa yang telah diresmikan oleh Bupati Sleman, Sri Purnomo, Jumat (28/7/2017) ini sebagai salah satu destinasi wisata favorit keluarga Anda. Seusai puas berwisata, sempatkanlah untuk membeli jajanan khas berupa manisan salak, sirup salak, kerupuk salak, atau permen caramel. Mau mencoba? Dijamin Anda sekeluarga pasti ketagihan berwisata lagi! [Reportase oleh dr. Dito Anurogo, MSc., dokter digital/online, pembelajar desa, pegiat literasi, penulis 19 buku]
#tlatarkandangan #dewitalatarkandangan #desawisatatlatarkandangan
